KH Hasyim Asy'ari, merupakan Rais Akbar Nahdlatul Ulama'. Beliau memberikan tashawur (gambaran) tentang ahlussunnah waljamaah sebagaimana ditegaskan dalam al-qanun al-asasi, bahwa faham ahlussunnah waljamaah versi Nahdlatul Ulama' yaitu mengikuti Abu Hasan al-asy'ari dan Abu Manshur al-Maturidi secara teologis, mengikuti salah satu empat madzhab fiqh ( Hanafi, Maliki, Syafi'i dan
Jakarta - Ahlussunnah wal Jamaah atau aswaja merupakan pemahaman tentang akidah yang berpedoman pada sunnah Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Siapa ulama pelopor aswaja?Dikutip dari buku Pendidikan Islam Risalah Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyah oleh Subaidi, secara terminologis, Ahlussunnah wal Jamaah berasal dari tiga kata, yaitu1. Ahlun yang artinya keluarga, golongan atau pengikut, komunitas. 2. Sunnah yang artinya segala sesuatu yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, yakni semua yang datang dari Nabi Muhammad SAW baik berupa perbuatan, ucapan, dan pengakuan Nabi Muhammad Al-Jamaah yang artinya apa yang telah disepakati oleh para sahabat Rasulullah SAW pada masa Khulafaur Rasyidin, yakni Khalifah Abu Bakar ra., Umar bin Khattab ra., Utsman bin Affan ra., dan Ali bin Abi Thalib ketiga kata tersebut, disimpulkan bahwa Ahlussunnah wal Jamaah adalah golongan yang mengikuti perilaku Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya pada zaman pemerintahan Khulafaur Syekh Hasyim Asy'ari dalam Zidayat Ta'liyat, Ahlussunnah wal Jamaah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadits dan ahli fiqih. Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi SAW dan sunnah Khulafaur Rasyidin setelahnya. Mereka adalah kelompok yang selamat al-Fiqrah an-Najiyah. Saat ini, kelompok tersebut terhimpun dalam mazhab yang empat, yaitu mazhab Hanafi, Syafi'i, Maliki, dan dari buku Intisari Aqidah Ahlusunnah wal Jamaah oleh AA. Hamid al-Atsari, Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah, imam Ahlus Sunnah berkata"Pokok sunnah menurut kami Ahlussunnah wal Jamaah adalah berpegang teguh pada apa yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah SAW dan mengikuti mereka serta meninggalkan bid'ah. Segala bid'ah itu adalah sesat." Lihat al Baghawi dalam kitab Syarhus Sunnah dan Imam as-Suyuthi al-Amru bil Ittiba' wan Nahyu 'anil Ibtida'Aswaja sebagai mazhab atau paham dipelopori oleh Imam Abu al-Hasan al-Asy'ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi. Imam Al Ghazali mengatakan, "Jika disebutkan Ahlussunnah wal Jamaah maka yang dimaksud adalah pengikut Al-Asy'ari dan Al-Maturidi."Aliran Ahlussunnah wal Jamaah pada bidang akidah atau ubudiyah berkembang menjadi berbagai bidang, seperti syariah atau fiqih dan tasawuf. Dalam bidang akidah mengacu pada Imam Asy'ari dan Imam Maturidi. Sedangkan, dalam fiqih atau hukum Islam mengacu pada salah satu empat mazhab, yaitu Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali yang berlandaskan Al Quran, hadits, ijma dan hikmah, itulah penjelasan dan pelopor aswaja. Semoga penjelasan di atas dapat menambah ilmu dan pengetahuan Sahabat Hikmah!Simak juga 'Bacakan Zikir dan Doa Kebangsaan, Menag Perkenalkan 5M + 1D'[GambasVideo 20detik] kri/nwy
Bahkanlebih buruk lagi, mereka yang menganut faham Kontekstual ini sering berujung pada kehilangan AKIDAH Ahlussunah waljamaah. Berbeda dalam hal-hal cabang dalam agama merupakan hal yang biasa, kita harus bisa saling menghormati dan menghargai, tapi kalau sudah beda AKIDAH, yang bengkok harus diluruskan meskipun retak patah.
Zahrotannisa Arina Agama Friday, 22 Oct 2021, 0005 WIB Ada sebuah hadist yang disana Nabi Muhammad telah mengabarkan bahwa hanya ada satu golongan yang masuk surga dari 73 golongan yaitu berbunyi Dari Sahabat âAuf bin Mâlik Radhiyallahu anhu , ia berkata, âRasûlullâh Shallallahu âalaihi wa sallam bersabda, âUmmat Yahudi berpecah-belah menjadi 71 tujuh puluh satu golongan, maka hanya satu golongan yang masuk surga dan 70 tujuh puluh golongan masuk neraka. Ummat Nasrani berpecah-belah menjadi 72 tujuh puluh dua golongan dan 71 tujuh puluh satu golongan masuk neraka dan hanya satu golongan yang masuk surga. Dan demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, sungguh akan berpecah-belah ummatku menjadi 73 tujuh puluh tiga golongan, hanya satu golongan masuk surga dan 72 tujuh puluh dua golongan masuk Rasûlullâh Shallallahu âalaihi wa sallam ditanya, âWahai Rasûlullâh, âSiapakah mereka satu golongan yang selamat itu ?â Rasûlullâh Shallallahu âalaihi wa sallam menjawab, âal-Jamââ Lalu kemudian dari hadist di atas sering muncul pertanyaan, Siapa sebenarnya golongan yang disebut selamat dan dijamin masuk surga itu? Siapa yang disebut âAl-Jamaâahâ dari hadist diatas? Dan hasilnya Mayoritas ulama berpandangan bahwa mereka yang masuk surga adalah golongan Ahlussunnah wal Jamaâah karena juga sebagian ulama ada yang menyebut âal-Jamaâ Sebagai âAhl al-Sunnah wa al-Jamaâahâ. Pastinya masyarakat Indonesia secara umum sudah tidak asing lagi dengan istilah Ahlus Sunnah Wal Jamaah atau Sunni. Bahkan di lingkungan umat muslim yang ada di dunia pun istilah ini lebih dikenal sebagai Iâtikad yang diakui dianut oleh umat muslim. Namun sebelum kita membahas mengenai seperti apa sebenarnya faham ahlu Sunnah Wal Jamaah ini, ada baiknya untuk kita memahami sedikit pengertian dan sejarah dari Ahlu Sunnah Wal Jamaah ini. Istilah Ahlus Sunnah Wal Jamaâah banyak ditafsirkan secara sederhana oleh masyarakat Indonesia sebagai pengikut Ajaran Sunnah Nabi Muhammad SAW. Lengkapnya Ahlussunnah berarti orang-orang yang mengikuti sunnah perkataan, pemikiran atau amal perbuatan Nabi Muhammad SAW. Sedangkan al Jamaâah adalah sekelompok orang yang memiliki tujuan. Jika dikaitkan dengan madzhab mempunyai arti sekumpulan orang yang berpegang teguh pada salah satu imam madzhab dengan tujuan mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat. Sebenarnya jika ditinjau dari segi sejarah istilah Ahlu Sunnah Wal jamaah ini sudah ada sejak Zaman Nabi Muhamma SAW, namun pada saat itu nama itu belum dipatenkan atau diformalkan secara luas. Dilihat dari telaah sejarah yang lain, istilah Ahlus Sunnah wal Jamaah ini muncul sebagai akibat dari reaksi hadirnya faham kelompok Muâtazilah dan banyaknya penyimpangan dari firqah-firqah yang ada. Dalam menghadapi kedua faham yang sama-sama ekstrim tersebut, Imam Abu al-Hasan al-Asyâari H dan Imam Abu Manshur al-Maturidi W. 333 H merasa berkewajiban untuk meluruskan kedua kelompok tersebut sehingga sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada para sahabatnya. Mereka berdua memunculkan kembali pola pikir yang mengambil jalan tengah antara kedua faham teologi yang ekstrim tersebut. Dalam segi Akidah Ditegaskan bahwa dalam Ahlus Sunnah Wal Jamaah, pilar utama keimanan manusia adalah Tauhid, keyakinan yang teguh dan murni dalam hati setiap Muslim bahwa Allah-lah yang menciptakan, menopang dan mematikan kehidupan alam semesta. Ini adalah satu, tak terhitung, dan tidak memiliki sekutu. Adapun pilar yang selanjutnya ialah Nubuwwat, yaitu dengan meyakini bahwa Allah telah menurunkan wahyu kepada para Nabi dan Rosul sebagai utusannya. Sebuah wahyu yang dijadikan sebagai petunjuk dan juga acuan ummat manusia dalam menjalani kehidupan menuju jalan kebahagiaan dunia dan akhirat, serta jalan yang diridhai oleh Allah SWT. Dan yang terakhir yaitu Al-Maâad, yang berarti sebuah keyakinan dimana nanti manusia akan dibangkitkan dari alam kubur di hari kiamat dan setiap manusia akan dihitung atau dihisab seluruh amal perbuatnnya di dunia serta menerima imbalan sesuai dengan amal perbuatannya saat di dunia. Konsekuensinya nanti mereka yang banyak beramal baik akan masuk surga dan mereka yang banyak beramal buruk akan masuk neraka. Selanjutnya pokok ajaran Ahlussunnah wal Jamaâah dalam Syariah atau Fiqih menetapkan bahwa terdapat sumber sumber yang bisa dijadikan rujukan bagi pemahaman keagamaannya, yaitu al-Qurâan yang mana menjadi sumber rujukan utama dimana segala masalah kehidupan yang dihadapi manusia akan dikembalikan kepada Al-Qurâan baru kemudain Sunnah Nabi, Ijmaâ kesepakatan Ulama, dan yang terakhir Qiyas. Selain itu Ahlus Sunnah Wal JAmaah juga mengikuti salah satu dari empat madzhab berikut yaitu Imam Syafiâi, Imam Maliki, Imam Hanafi dan Imam Hanbali. Dari atas akhirnya sudah dijelaskan bahwa selama seseorang muslim mampu untuk memegang nilai-nilai ajaran agama islam sesuai dengan Al-Qurâan dan hadist tanpa menyimpang kepada bidâah dan sebagainya maka Allah akan memudahkan mereka untuk masuk ke surge dengan pertimbangan Amal baik yang dia lakukan selama di dunia. Wallahuaâlam. retizen Disclaimer Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku UU Pers, UU ITE, dan KUHP. Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel. Berita Terkait Terpopuler di Agama Terpopuler Tulisan Terpilih
Dibidangaqidah atau tauhid dalam memurnikan iman kaum muslim supaya sesuai ajaran Rosul dan para sahabat, kita mesti mengikuti rumusan dari 2 Ulama Salaf yakni: Al-Asy'ari (Abu Hasan Ali Bin Isma'il Al-Asy'ari) terlahir di Basrah 260H/ 874M dan Meninggal dunia 324H/936M, Beliau masih dzuriah sahabat Rosul, Abu Musa Al-Asy'ari
12/01/2018 Tokoh Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang kedua adalah Imam al-Maturidi. Nama beliau adalah Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al-Maturidi. Beliau lahir di daerah Maturid, dan wafat di Samarkand pada tahun 333 H/944 M. Beliau adalah seorang yang menganut madzhab Imam Abu Hanifah. Maka wajar, jika kebanyakan ajaran yang beliau usung Ahad 1 Juli 2007 1148 WIB. Di dalam mempelajari Ilmu Tauhid atau aqidah, madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah Aswaja menggunakan dalil nadli dan aqli. Dalil naqli ialah dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW dan dalil Aqli ialah dalil yang berdasarkan akan pikiran yang sehat. Sebagaimana dikemukakan bahwa madzhab Mu’ Dalam kajian akidah /ilmu kalam istilah Ahlussunnah wal Jama’ah dinisbatkan pada paham yag diusung oleh Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi, yang menentang paham Khawarij dan Jabariyah yang cenderung tekstual dan paham Qadariyah dan Mu’tazilah yang cenderung liberal.17/03/2017 Paham Ahlussunnah Waljamaah dalam bidang akidah menganut ajaran tauhid …. a. Imam Al Ghozali d. Imam Hanafi b. Imam Al Asy’ari e. … Islam penganut paham Ahlussunnah Waljamaah adalah Islam yang mengamalkan ajaran Nabi Muhammad SAW dan sahabatnya, serta mengikuti akhlak dari ulama ..18/07/2019 Pertama, Akidah Ahlussunnah Waljamaah . Adapun dalam bidang akidah , yang memenuhi kriteria Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah golongan yang dikenal dengan nama Asy’ariyah pengikut Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Maturidiyah pengikut Imam Abu Manshur al-Maturidi. Merekalah golongan mayoritas ulama dari masa ke Dalam paham Ahlussunnah Wal Jamaah, baik bidang hukum syariah bidang akidah , maupun bidang akhlak, selalu dikedepankan prinsip tengah-tengah. Juga di bidang kemasyarakatan selalu menempatkan diri pada prinsip hidup menjunjung tinggi keharusan berlaku adil, lurus di tengah-tengah kehidupan bersama, sehingga ia menjadi panutan dan PAHAM AHLUSUNNAH WAL JAMA’AH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karena zaman semakin akhir, maka gejala-gejala pendangkalan nilai dan norma agama terutama dalam aspek Aqidah makin tampak, ditambah lagi kecanggihan media baik elektronik maupun mess media. Oleh karena itu tiada alternatif lain bagi kita generasi Muda NU untuk memperdalam ilmu dibidang Contoh wasathiyyah dalam arti waqi’iyyah ini adalah pemberlakuan hukum azîmah dalam kondisi normal dan hukum rukhshah dalam kondisi dharurat atau hajat. Watak wasathiyyah dalam Islam Ahlussunnah wal Jama’ah tercermin dalam semua aspek ajarannya, yaitu akidah , syariah, dan akhlaq/tasawwuf serta dalam manhaj .Dalam bidang akidah , NU mengikuti paham Ahlussunnah wal Jamaah yang dipelopori oleh Imam Abu al-Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi. 2. Dalam bidang fiqih, NU mengikuti jalan pendekatan madzhab salah satu dari madzhab Imam Abu Hanifah an-Nu’man, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris As-Syafi’i, dan Imam Ahmad bin …3Sebaiknya dalam menghadapi JIL, kita lebih mengutamakan nash-nash qath'i dari Al-Quran dan Hadits-hadits sharih dengan menerangkan ashbabun nuzul/wurud. Penguraian semacam itu termasuk paling jitu, karena kita mampu menerangkan kepada umat islam duduk permasalahan yang sesungguhnya, dan secara otomatis dapat menelanjangi pemikiran sesat
Mempelajari ilmu aqidah wajib hukumnya bagi setiap Muslim. Penjelasan akan hukum tersebut sudah banyak kita dengar; entah dari pelajaran di pesantren, atau dari penjelasan para ulama di sekitar kita ketika pengajian. Sejak kecil kita sudah ditempa dengan dasar-dasar ilmu keimanan, tentunya tanpa melibatkan pemikiran teologis yang kompleks dan berbelit, seperti pengenalan sifat-sifat wajib dan mustahil serta jaiz bagi Allah, nama-nama malaikat, adanya surga neraka dan sebagainya, meskipun kewajiban mempelajari ilmu aqidah dimulai sejak adanya taklif. Mengenai kewajiban di atas, Syekh Ahmad al-Dardîri menyebutkan dalam karyanya, Kharîdah al-Bahiyyah وَوَاجِبٌ شَرْعًا عَلَى الْمُكَلَّفِ مَعْرِفَةُ اللهِ الْعَلِيِّ فَاعْرِفِ Dan wajib secara syara’ bagi seorang mukalaf mengetahui Allah Yang Maha Tinggi, maka ketahuilah! Syekh Ahmad al-Dardîr, Kharîdah al-Bahiyyah, Rembang al-Maktabah al-Anwariyyah, h. 4. Belajar ilmu aqidah haruslah memiliki seorang guru, karena tanpa adanya pembimbing yang mengarahkan kepada pemahaman yang benar akan menyebabkan kekeliruan yang fatal. Kondisi demikian membuat kalangan santri sangat beruntung karena difasilitasi secara lengkap ada guru yang mumpuni dan juga referensi yang mencukupi, sehingga ilmu aqidah atau sering disebut juga ilmu tauhid dapat diserap dengan mudah oleh mereka. Beda halnya dengan orang yang mengenyam pendidikan di sekolah umum yang minim mendapatkan pelajaran keislaman secara mendalam, atau para pekerja yang waktu-waktunya sudah disibukkan dengan pekerjaannya. Bagi mereka mempelajari ilmu aqidah menjadi lebih sulit, pun halnya mencari guru serta waktu luang untuk mempelajarinya. Keadaan itu membuat para santri, harus membuka mata dan berusaha semaksimal mungkin untuk tetap menghidupkan dan menyebarkan aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah di tengah-tengah masyarakat dengan menyesuaikan kondisi yang ada. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk memudahkan sebagian orang yang waktu ngajinya tidak sebanyak para santri ialah dengan menuliskan tentang aqidah dengan bahasa Indonesia, atau menerjemahkan kitab-kitab aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah dengan bahasa yang mudah, benar dan tepat, sehingga dapat dibaca khalayak banyak. Salah satu karya tentang itu yang menarik disinggung adalah buku Akidah Salaf Imam Al-Ṭahawi, Ulasan dan Terjemahan. Imam Abu Ja’far al-Thahawi 238-321 H. merupakan salah satu imam dalam ilmu aqidah yang hidup semasa dengan dua imam besar dalam ilmu aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah, Imam Abû al-Hasan al-Asy’arî w. 324 H dan Abû Manshûr al-Mâtûridî H.. Nama lengkapnya adalah Ahmad ibn Muhammad ibn Salâmah ibn Abd al-Malik ibn Salâmah ibn Abû Ja’far al-Thahâwi al-Azdî al-Mishrî Ali Ridha & Ahmad Thaurân, Mu’jam al-Târîkh, Kayseri Dar el-Aqabah, cetakan pertama, 2001, h. 467. Dilihat dari tahun Imam Abû Ja’far hidup, maka beliau dapat digolongkan kepada ulama salaf. Imam Abû Ja’far antara lain berguru kepada Abd al-Ghanî ibn Abû Rifâ’ah, Hârûn ibn Sa’îd al-Aylî, Yûnus ibn Abd al-A’lâ, Bahr ibn Nashr al-Khawlânî, Muhammad ibn Abdullah ibn Abd al-Hakam,’Isâ Ibn Matsrûd, Ibrâhîm ibn Munqidz, al-Rabî’ ibn Sulaiman al-Murâdî, Abû Ibrâhîm al-Muzanî, dan yang lainnya. Pada awalnya Imam Abû Ja’far al-Thahâwî berguru kepada murid-murid Imam al-Syâfi’i dalam ilmu fiqih, yaitu al-Rabî’ ibn Sulaiman dan al-Muzanî, namun Abû Ja’far muda merasa pernah diremehkan oleh al-Muzanî daam bidang fiqih, sehingga ia pun berguru kepada Imam Ahmad ibn Abû Imrân, tokoh besar mazhab Hanafi di Mesir pada masanya. Pada umur 30 tahun Imam Abû Ja’far rihlah ke wilayah Syam dan berguru kepada Qâdi Abû Hazim al-Bashrî. Dan pada masa-masa itulah beliau menjadi pakar dalam fiqih mazhab Hanafi yang dihormati di wilayah Mesir. Dr. Arrazy Hasyim, Akidah Salaf Imam al-Ṭahawi,Ulasan dan Terjemahan, Ciputat Maktabah Darus-Sunnah, cetakan pertama, 2020, halaman 2-3. Imam Abû Ja’far al-Thahâwî memiliki banyak karya, di antara yang paling fenomenal dan banyak dipelajari dalam bidang aqidah Ahlussunnah wa Jama’ah ialah Matn al-Aqîdah al-Thahâwiyyah. Kitab ini tipis sekali, namun isinya padat dan tidak terlalu rumit. Dr. Arrazy Hasim, dosen Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah, Ciputat, menyebutkan bahwa kitab ini memiliki beberapa keistimewaan. Pertama, kitab ini merupakan salah satu kitab ilmu aqidah tertua dalam khazanah Ulama Salaf. Meski Imam al-Thahâwî belum pernah bertemu dengan Imam al-Asy’arî, namun secara ajaran keduanya tidak jauh berbeda. Kendati demikian secara sanad keilmuan, Imam Abû Ja’far lebih tinggi sanadnya âli. Secara tahun kelahiran pun lebih dulu Imam Abû Ja’far ketimbang Imam al-Asy’arî. Namun dilihat dari sisi popularitas, Imam al-Asy’arî tentu lebih populer sebab Imam Abû Ja’far tidak tinggal di kota metropilitan sebagaimana Imam al-Asy’arî yang tinggal di kota Baghdad. Kedua, secara manhaj kitab ini tidak berbeda dengan aqidah Imam Abû Hasan al-Asy’arî. Ketiga, ajaran yang terkandung di dalamnya merupakan ajaran aqidah yang diwariskan oleh Imam Abû Hanîfah dan kedua muridnya, Muhammad ibn Hasan al-Syaibâni dan Abû Yusûf al-Anshârî. Keempat, sosok Abû Ja’far al-Thahâwî “diperebutkan” oleh aliran-aliran setelahnya, hal ini tidak heran jika kitab Matn al-Aqîdah al-Thahâwiyyah disyarah oleh aliran salafi. Kelima, kitab ini dapat dijadikan acuan untuk menimbang kevalidan aliran mana pun yang mengaku bermanhaj Salaf. Keenam, kitab ini membuktikan bahwa aqidah Salaf Salih tidak hanya satu manhaj, akan tetapi mempunyai sistem berpikir yang beragam dan masih dalam lingkaran Ahlussunnah Dr. Arrazy Hasyim, Akidah Salaf Imam al-Ṭahawi,Ulasan dan Terjemahan, h. 6-7. Meski buku ini berbahasa Arab, kita tidak perlu khawatir karena sekarang kitab ini sudah diterjemahkan, salah satunya oleh Dr. Arrazy Hasyim sendiri. Sebab yang melatarbelakangi diterjemahkan dan disusunnya buku ini ialah ketika penulis buku ini Dr. Arrazy Hasyim mengajar Matn al-Aqîdah al-Thahâwiyyah di Darus Sunnah cabang Malaysia pada tahun 2014. Beberapa mahasiswa di sana saat itu menggunakan buku terjemah yang diimpor dari penerbit di Indonesia. Setelah memerhatikan isi buku tersebut, ternyata banyak bagian yang menyalahi kaidah yang diajarkan oleh penulis kitab aslinya sendiri, Imam Abû Ja’far al-Thahâwî. Hal demikian dapat dilihat dari sanggahan si penerjemah buku-buku terjemahan tersebut akan ungkapan Imam al-Thahâwî bahwa Allah Maha Suci dari batas hudûd, ujung ghâyât, dan arah jihât. Yang lebih parah tambahan penjelasan si penerjemah yang mengatakan bahwa kalam Allah berhuruf dan bersuara yang qadîm, padahal Imam al-Thahâwî sendiri dalam kitab aslinya tidak mengatakan demikian. Sebab itulah yang mendorong penerjemahan kembali kitab ini, dengan usaha agar dapat memperbaiki kesalahan dan penyimpangan, serta mengembalikan maksud asli dari teks sebagaimana yang dimaksud oleh Imam al-Thahâwî. Kelebihan buku Matn al-Aqîdah al-Thahâwiyyah yang diterjemahkan oleh Dr. Arrazy ini di antaranya adalah ketepatan memilih diksi untuk ungkapan-ungkapan dalam istilah ilmu aqidah dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Misalnya نَقُولُ فِي تَوْحِيدِ اللهِ مُعْتَقِدِينَ بِتَوْفِيقِ اللهِ إنَّ اللهَ وَاحِدٌ لَا شَرِيْكَ لَهُ “Kami menegaskan tentang pengesaan Allah tawhīd Allᾱh dengan hidayah dari Allah, mempercayai bahwa Allah itu Satu, tiada sekutu bagi-Nya." وَلَا شَيْءَ مِثْلُهُ "Tiada sesuatu pun yang seperti-Nya." وَلَا شَيْءَ يُعْجِزُهُ "Tiada sesuatu pun yang dapat melemahkan-Nya." وَلَا إِلهَ غَيْرُهُ "Tiada sesuatu ilᾱh Tuhan yang berhak disembah selain-Nya." قَدِيْمٌ بِلَا ابْتِدَاءٍ دَائِمٌ بِلَا انْتِهَاءٍ "Qadīm Maha Awal tanpa permulaan, Maha Abadi tanpa akhir." Buku ini sangat cocok dibaca dan diajarkan kepada orang-orang yang baru menempuh pelajaran ilmu aqidah. Ia terdiri dari 5 Bab. Bab pertama membahas biografi singkat Imam al-Thahâwî, keutamaan, dan seputar pematenan istilah Salaf hingga sanggahan bagi aliran yang mengaku mengikuti ajaran Salaf. Bab kedua menerangkan tentang urgensi sanad sekaligus pemaparan sanad kitab ini dari penulis Dr. Arrazy Hasyim hingga muallif Imam al-Thahâwî. Dari sini terlihat penulis meriwayatkan Matn al-Aqîdah al-Thahâwiyyah dari beberapa Masyâikh, di antara mereka adalah Syekh Abdul Mun’im al-Ghummârî, Syekh Zakariyâ al-Halabi al-Makkî, KH. Ahmad Marwazi al-Batawî, ketiganya meriwayatkan dari musnid al-dunyâ, Syekh Yasin al-Fâdânî al-Makkî hingga kepada muallif kitab, Imam al-Thahâwî. Bab selanjutnya, terjemahan Matn al-Aqîdah al-Thahâwiyyah dan terakhir, yaitu bab keempat berisi penutup. Buku-buku dan kitab-kitab tentang aqidah Aswaja—apalagi dalam bentuk terjemah—penting sekali disebar dalam jumlah banyak di masyarakat. Lebih-lebih pada saat yang sama, kelompok anti-Asy’ariyah dan Maturidiyah semacam Wahabi terlebih dahulu menyebarkan paham mereka, termasuk dengan wakaf buku ke masjid-masjid atau lainnya. Hal itu sebagai ikhtiar melestarikan aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah, tanpa mengabaikan bahwa mempelajari ilmu aqidah tidak cukup dengan otodidak tanpa guru. Peresensi adalah Amien Nurhakim, Mahasantri Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah Identitas Buku Judul buku Akidah Salaf Imam al-Ṭaḥawî; Ulasan dan Terjemahan Penulis Arrazy Hasyim Penerbit Maktabah Darus-Sunnah Tahun terbit 2020 Halaman X + 100 ISBN 978-623-7197-06-5
.